Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia Karya Taufiq Ismail

Setelah sebelumnya telah diulas sedikit mengenai puisi karya Seno Gumira Ajidarma, kali ini penulis akan membahas mengenai salah satu puisi yang terdapat dalam buku antologi puisi dari Taufiq Ismail berjudul ‘Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia’. Puisi yang akan diulas yakni memiliki judul sama dengan judul buku antologi puisi tersebut yakni ‘Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia’ karya Taufiq Ismail. Nama Taufiq Ismail bukanlah nama yang asing bagi penggemar puisi karena beliau memiliki beberapa buku antologi puisi yang di dalamnya memuat banyak judul-judul puisi ciptaannya. Selain puisi ‘Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia’ yang akan diulas kali ini masih terdapat banyak puisi-puisi ciamik lainnya karya Taufiq Ismail yang dapat diulas sebagai bentuk pujian ataupun bentuk kesepakatan lain dari pembaca maupun penikmat sastra. 

Sebagian besar puisi merupakan tempat sastrawan atau penyair untuk menyampaikan bentuk apa yang dirasakan pada suatu hal baik itu untuk menolak kebijakan, menyatakan kecintaan pada suatu hal, menyanjung suatu kebijakan atau yang lainnya. Sama halnya dengan puisi karya Taufiq Ismail yang berjudul ‘Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia’. Ia sebagai salah satu orang yang menyampaikan malunya menjadi orang Indonesia melalui puisi tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa Taufiq Ismail sedang melakukan protes terhadap sedikit banyaknya kebijakan sewenang-wenang pihak petinggi pada saat itu.

Salah satu puisi yang terdapat dalam antologi puisi tersebut berjudul ‘Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia’ menceritakan mengenai beberapa perilaku yang kurang pantas dari sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pihak-pihak tertentu di Indonesia pada saat itu, sehingga hal tersebut membuat malu tokoh ‘aku’ yang ada dalam puisi tersebut. Tokoh ‘aku’ pada puisi ‘Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia’ menggambarkan bahwa ia merupakan seorang pribumi Indonesia yang bersekolah dan hidup di lingkungan bersama dengan orang asing. Pada awalnya ia membanggakan negara tercintanya itu pada rekan sekelasnya karena negaranya berhasil merdeka dari jajahan Belanda, namun kebanggaannya tidak berlangsung lama. Negara tercintanya melakukan beberapa tindakan yang merugikan masyarakat pribumi dan tindakan sewenang-wenang tersebut membuatnya merasa malu menjadi orang Indonesia. 

Banyak perilaku kurang baik yang berhasil dituangkan penyair dalam puisi tersebut yakni mulai dari bidang bisnis, politik, kehidupan sosial, dan bentuk perilaku lain dan dari sektor lain pula. Penulisan dalam puisi tersebut dapat dikatakan bahwa dituangkan berdasarkan bab karena adanya penggunaan angka romawi yang dituliskan setiap pergantian bait, sehingga kita sebagai pembaca dapat menyimpulkan bahwa penyair ingin menyampaikan cerita secara terpisah berdasarkan rute waktu yang telah berlalu. Jika diuraikan secara urut maka penulis akan menjelaskan mulai dari bait satu yang menceritakan tokoh aku yang menyombongkan menjadi anak revolusi Indonesia karena Indonesia berhasil merebut kemerdekaan yang dirampas oleh Belanda. Kebanggaan mengenai revolusi tersebut disepakati dan dikagumi oleh rekan sekelasnya, Tom Stone. Beberapa tahun setelah itu entah mengapa tokoh ‘aku’ merasa bahwa berat untuk membusungkan dadanya mengenai Indonesia.

Perasaan tersebut digambarkan lebih jelas pada bait kedua yakni tokoh ‘aku’ semakin malu hidup sebagai warga Indonesia. Ia merasa bahwa Indonesia semakin lemah karena beberapa hal, kelemahan tersebut bermula pada lemahnya penegakan hukum yang ideal, sehingga tokoh ‘aku’ merasa bahwa negaranya tidak memiliki patokan untuk menghakimi seseorang. Ia terlalu malu untuk sekadar bertatap muka dan menunjukkan wajah Indonesianya dengan orang-orang di sekelilingnya dan ia lebih memiliki menyembunyikan dirinya dibalik kacamata hitam dan topi baretnya.

Bait ketiga dari puisi Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia disampaikan secara jelas mengenai perilaku-perilaku yang tidak dapat dibenarkan. Beberapa perilaku yang dicantumkan dalam puisi tersebut ialah mengenai hak masyarakat dalam bersuara. Tidak ada kesempatan bagi masyarakat untuk menyuarakan aspirasinya baik dari ulama yang memberi khutbah, wartawan yang menyampaikan berita, keputusan di pengadilan dapat dijadikan sebagai barter, penyalahan kekuasaan yang diterima oleh keluarga pemimpin negara maupun wakil pemimpin negara dan ataupun pihak petinggi lainnya. Dari beberapa perilaku dan kejadian yang dituangkan pada bait ketiga dapat disimpulkan bahwa tidak sedikit fakta yang seharusnya membuat kita malu mendengar atau melihat berita tersebut. 

Perasaan malu tak henti-hentinya disampaikan penyair melalui puisi tersebut dan hal ini dipertegas pada bait keempat yang menyatakan bahwa tokoh ‘aku’ terlalu malu untuk menunjukkan wajahnya pada lingkungan sekitar bahwa ia adalah sebagian dari keluarga Indonesia, sehingga tokoh ‘aku’ lebih memilih untuk menyembunyikan diri dari khalayak di luar sana. Untuk lebih memahami apa yang disampaikan penyair, berikut puisi karya Taufiq Ismail yang berjudul Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia.

Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia

I

Ketika di Pekalongan, SMA kelas tiga

Ke Wisconsin aku dapat beasiswa

Sembilan belas lima enam itulah tahunnya

Aku gembira jadi anak revolusi Indonesia 


Negeriku baru enam tahun terhormat diakui dunia

Terasa hebat merebut merdeka dari Belanda

Sahabatku sekelas, Thomas Stone namanya,

Whitefish Bay kampung asalnya

Kagum dia pada revolusi Indonesia 


Dia mengarang tentang pertempuran Surabaya

Jelas Bung Tomo sebagai tokoh utama

Dan kecil-kecilan aku nara-sumbernya

Dadaku busung jadi anak Indonesia


Tom Stone akhirnya masuk West Point Academy

Dan mendapat Ph.D. dari Rice University

Dia sudah pensiun perwira tinggi dari U.S. Army

Dulu dadaku tegap bila aku berdiri

Mengapa sering benar aku merunduk kini 


II

Langit langit akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serak

Hukum tak tegak, doyong berderak-derak

Berjalan aku di Roxas Boulevard, Geylang Road, Lebuh Tun Razak,

Berjalan aku di Sixth Avenue, Maydan Tahrir dan Ginza

Berjalan aku di Dam, Champs Elysees dan Mesopotamia

Di sela khalayak aku berlindung di belakang hitam kacamata

Dan kubenamkan topi baret di kepala

Malu aku jadi orang Indonesia.


III

Di negeriku, selingkuh birokrasi peringkatnya di dunia nomor

satu,


Di negeriku, sekongkol bisnis dan birokrasi berterang-terang

curang susah dicari tandingan, 


Di negeriku anak lelaki anak perempuan, kemenakan, sepupu

dan cucu dimanja kuasa ayah, paman dan kakek secara

hancur-hancuran seujung kuku tak perlu malu,


Di negeriku komisi pembelian alat-alat besar, alat-alat ringan,

senjata, pesawat tempur, kapal selam, kedele, terigu dan

peuyeum dipotong birokrasi lebih separuh masuk

kantung jas safari,


Di kedutaan besar anak presiden, anak menteri, anak jenderal,

anak sekjen dan anak dirjen dilayani seperti presiden,

menteri, jenderal, sekjen, dan dirjen sejati, agar

orangtua mereka bersenang hati,


Di negeriku penghitungan suara pemilihan umum sangat-

sangat-sangat-sangat-sangat jelas penipuan besar-

besaran tanpa seujung rambut pun bersalah perasaan,


Di negeriku khotbah, surat kabar, majalah, buku dan

sandiwara yang opininya bersilang tak habis dan tak

putus dilarang-larang,


Di negeriku dibakar pasar pedagang jelata supaya berdiri pusat

belanja modal raksasa,


Di negeriku Udin dan Marsinah jadi syahid dan syahidah,

ciumlah harum aroma mereka punya jenazah, sekarang

saja sementara mereka kalah, kelak perencana dan

pembunuh itu di dasar neraka oleh satpam akhirat akan

diinjak dan dilunyah lumat-lumat, 


Di negeriku keputusan pengadilan secara agak rahasia dan tidak

rahasia dapat ditawar dalam bentuk jual-beli, kabarnya

dengan sepotong SK suatu hari akan masuk Bursa Efek

Jakarta secara resmi,


Di negeriku rasa aman tak ada karena dua puluh pungutan, lima

belas ini-itu tekanan dan sepuluh macam ancaman,


Di negeriku telepon banyak disadap, mata-mata kelebihan kerja,

fotokopi gosip dan fitnah bertebar disebar-sebar,


Di negeriku sepakbola sudah naik tingkat jadi pertunjukan teror

penonton antarkota cuma karena sebagian sangat kecil

bangsa kita tak pernah bersedia menerima skor

pertandingan yang disetujui bersama,


Di negeriku rupanya sudah diputuskan kita tak terlibat Piala

Dunia demi keamanan antarbangsa, lagi pula Piala

Dunia itu cuma urusan negara-negara kecil karena Cina,

India, Rusia dan kita tak turut serta, sehingga cukuplah

Indonesia jadi penonton lewat satelit saja,


Di negeriku ada pembunuhan, penculikan dan penyiksaan rakyat

terang-terangan di Aceh, Tanjung Priuk, Lampung, Haur

Koneng, Nipah, Santa Cruz, Irian dan Banyuwangi, ada pula

pembantahan terang-terangan yang merupakan dusta

terang-terangan di bawah cahaya surya terang-terangan,

dan matahari tidak pernah dipanggil ke pengadilan sebagai

saksi terang-terangan, 


Di negeriku budi pekerti mulia di dalam kitab masih ada, tapi dalam

kehidupan sehari-hari bagai jarum hilang menyelam di

tumpukan jerami selepas menuai padi.


IV

Langit akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serak

Hukum tak tegak, doyong berderak-derak

Berjalan aku di Roxas Boulevard, Geylang Road, Lebuh Tun Razak,

Berjalan aku di Sixth Avenue, Maydan Tahrir dan Ginza

Berjalan aku di Dam, Champs Elysees dan Mesopotamia

Di sela khalayak aku berlindung di belakang hitam kacamata

Dan kubenamkan topi baret di kepala

Malu aku jadi orang Indonesia.


1998

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sulastri dan Empat Lelaki

Menyelami Sisi Lain dari Puisi 'Dursasana Peliharaan Istana' karya M.Shoim Anwar

Tahi Lalat Mengundang Tanya